Senin, 31 Agustus 2009

Jalan Menuju Kuala Baru

Perjalanan menuju Kuala Baru dengan menggunakan speedboat memakan waktu hampir satu jam. Setelah melalui alur induk sungai (Sungai Singkil), separuh waktu kemudian, perjalanan diteruskan melalui anak sungai menuju Kuala Baru, yang lebih sempit oleh himpitan pepohonan: Sungai Kuala Baru.


Separuh waktu ini, serasa lebih mengasyikkan. Karena, selain karena pemandangan alam yang masih alami, daerah pinggiran Sungai Kuala Baru yang tanpa penduduk masih banyak didiami oleh satwa, seperti kera, dan burung-burung. Bahkan, konon di daerah-daerah tertentu yang memiliki daerah rawa juga terdapat buaya.


Perjalanan menuju Kecamatan Kuala Baru bukan tanpa alasan serius. Wilayah ini adalah salah satu dari 13 kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Singkil, yang oleh pemerintah setempat, direncanakan akan menjadi salah salah satu objek pengembangan ekowisata Aceh Singkil, selain Pulau Banyak. Penduduknya heterogen. Selain dihuni oleh penduduk suku asli Aceh Singkil, juga didiami sebagian warga keturunan, Pakpak, Minang dan Nias. Sedang, bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Melayu Pesisir. Kecamatan Kuala Baru diduduki oleh empat desa: Kuala Baru Laut, Kuala Baru Sungai, Kayu Menang dan Suka Jaya, dengan jumlah penduduknya sekitar 6.000 jiwa. Mayoritas (80 persen) bekerja sebagai nelayan. Selain untuk dikonsumsi sendiri, ikan-ikan hasil tangkapan mereka dijual ke Muara Kuala Baru, pasar ikan setempat. Atau, sekali seminggu diangkut ke Singkil. Selain melaut, selebihnya mereka adalah petani. Sendi-sendi perekonomian Kecamatan Kuala Baru sejauh ini memang belum begitu menggeliat. Ini bisa saja dikarenakan oleh satu faktor terpenting, yakini akses transportasi yang masih terbatas, yang hanya melalui sungai. Sehingga potensi alam yang ada di wilayah kecil di sebelah Timur Samudera Indonesia itu belum dapat terakses dengan optimal ke luar daerah. Barangkali karena itu juga pendapatan perkapita masyarakat setempat masih tergolong rendah. 


Menurut penuturan Kepala Desa Kuala Baru, Safnil, jumlahnya sekitar Rp 300 ribu, per bulan per KK. “Seperti yang pernah kami persentasekan, angka ini masih sangat jauh dari cukup,” katanya. Camat Kuala Baru, Ahmad Rifai, tidak menepis anggapan itu. Bila dirata-ratakan sebenarnya masih minim, katanya. “Pada umumnya memang masih rendah. Tapi, sewaktu-waktu bisa juga meningkat jika sewaktu-waktu hasil tangkapan di laut banyak,” jelasnya. Rifai menjelaskan, sebenarnya jika akses lewat darat menuju Kuala Baru sudah berdiri, kemungkinan besar perekonomian rakyat akan terdongkrak. Sebab, jalur perdagangan juga otomatis akan terdongkrak. “Sayangnya, ketika akses itu akan dibangun beberapa tahun lalu, tsunami datang melanda,” katanya. Sehingga pembangunannya hingga kini masih terbengkalai. Dijelaskannya lagi, akses darat menuju Kuala Baru sebenarnya bisa ditempuh lewat wilayah Silanga (Singkil) – Kayu Menang – Kuala Baru. “Saya yakin, jika akses ini sudah terbangun, potensi yang ada di Kuala Baru akan lebih terdongkrak, selain adanya program pengembangan ekowisata ini,” tambahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar